Selasa, 14 Juni 2011

Pemanfaatan Xylitol Dari Tongkol Jagung Sebagai Upaya Pencegahan Karies Gigi


PENDAHULUAN
Karies atau biasa dikenal dengan istilah gigi berlubang berawal dari terganggunya keseimbangan antara gigi dengan lingkunganya. Asam pada plak menyerang mineral pada lapisan gigi bagian luar. Menyebabkan erosi pada gigi yang dapat menyebabkan terbentuknya lubang kecil pada email gigi. Pada tahap awal, lubang ini tidak dapat terlihat secara nyata, tetapi menghasilkan lingkungan mikro yang ramah terhadap pertumbuhan bakteri yang dalam jangka waktu yang lama plak akan terus merusak gigi. Apabila hal ini terus dibiarkan lubang pada gigi akan terus semakin berkembang. Saat pH dari kumpulan bakteri atau plak  turun di bawah pH 5,5 garam fosfat dan kalsium mulai terlepas dari permukaan enamel. Untuk kembali ke pH normal dibutuhkan waktu satu sampai satu setengah jam. Jika gula dikonsumsi beberapa kali sehari, garam akan terlepas dari enamel terdapat lubang mikro pada enamel. Jika tidak dilakukan perawatan lubang mikro tersebut akan berkembang menjadi lubang terus merusak lapisan gigi hingga menyebabkan kematian pada gigi. Para peneliti terus mengembangkan teknologi kedokteran gigi dalam upaya melakukan penanganan karies (Corner et al, 2005).
Teknologi kedokteran gigi pada dewasa ini juga dipengaruhi oleh trend back to nature dalam pemilihan bahan perawatan maupun obat-obatan yang digunakan. Selain alasan keamanan produk, penggunaaan bahan-bahan alam merupakan salah satu upaya memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah ruah. Penggunaan pemanis alternatif adalah salah satu upaya perawatan gigi pencegahan untuk mengurangi kerusakan gigi. Selain di bidang kedokteran gigi ada beberapa tujuan digunakanya pemanis alternatif antara lain untuk mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, dan sebagai bahan subsitusi pemanis utama. Salah satu hasil pengembangan teknologi pembuatan pemanis alternatif adalah xylitol (Isokangas et al, 2000).
Xylitol adalah gula alkohol  yang memiliki tingkat kemanisan 1,0-1,2 kali dari sukrosa bergantung pada pH larutan. Xylitol telah banyak digunakan sebagai pengganti gula sukrosa dan biasa digunakan oleh penderita diabetes karena penyerapannya dalam tubuh tidak memerlukan insulin. Dalam bidang kedokteran gigi xylitol digunakan sebagai tablet hisap maupun bahan campuran pasta gigi karena sifat xylitol sebagai bahan non-kariogenik, anti karies, dan prebiotik sehingga baik untuk kesehatan dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab karies (Milgrom et al, 2006 dan Soetanto, 2007).
Manfaat penelitian ini di masa yang mendatang adalah untuk mengembangkan penggunaan xylitol dari tongkol jagung sebagai upaya pencegahan karies gigi di bidang kedokteran gigi.

LATAR BELAKANG
Xylitol secara alami banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayuran seperti strowberi, wortel, bayam, selada dan bunga kol. Sedangkan untuk produksi skala besar, dilakukan dengan proses kimiawi dan bioteknologi. Di Finlandia, xylitol diproduksi secara komersial dari kayu birk. Di Taiwan, produksi xylitol menggunakan bahan baku bagas tebu, di India juga menggunakan bagas tebu dan tongkol jagung. Menurut penelitian bahan limbah pertanian yang banyak terdapat di Indonesia seperti sekam padi, bagase, ampas tebu atau tongkol jagung memiliki potensi sebagai bahan dasar pembuatan xylitol (Richana et al, 2004 dan Kulkarniet et al, 1999).
Tongkol jagung adalah produk limbah pengolahan jagung yang kurang dimanfaatkan dan biasanya berakhir sebagai sampah yang mengganggu. Mengingat produksi jagung di indonesia merupakan produksi dengan skala besar maka akan dengan mudah mendapatkan limbah tongkol jagung. Hal tersebut menjadikan tongkol jagung akan mudah diperoleh terutama di daerah pedesaan, sehingga pemanfaatan xylitol yang terdapat dalam tongkol jagung adalah salah satu usaha yang tepat dalam mengembangkan teknologi pangan dan teknologi kedokteran gigi.

PEMBAHASAN
Karies gigi adalah suatu pembusukan atau kematian secara molekuler struktur gigi yang menjadikan strukturnya menjadi  lunak, berubah warna dan keropos. Karies gigi merupakan suatu proses kerusakan yang regresif pada jaringan keras gigi, akibat terganggunya keseimbangan antara email dan lingkungannya. Dalam masyarakat karies sering disebut dengan istilah gigi busuk atau gigi berlubang dan merupakan penyakit infeksi yang hampir seluruh individu pernah mengalaminya (Dorlan, 2002 dan Saleh, 2004). 
Di Indonesia, karies merupakan penyakit mulut yang menduduki peringkat ke dua setelah periodontitis yaitu sebesar 90%. Pada usia balita dan anak-anak terutama usia prasekolah, karies adalah masalah terbesar dalam kesehatan gigi dan mulut. Kasus karies dengan angka yang cukup tinggi pada usia anak tidak hanya terjadi pada negara berkembang seperti Indonesia.  Di negara-negara maju seperti Amerika, hasil survei masalah karies pada anak menunjukan angka yang masih sangat tinggi. Sedangkan hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan masyarakat mengonsumsi gula dengan prevalensi karies di suatu negara. Di Jepang, Inggris dan Hungaria menunjukkan tingkat karies yang lebih tinggi karena kebiasaaan masyarakatnya yang gemar mengonsumsi gula. Berbeda dengan masyarakat Cina dan Ethiopia yang masyarakatnya minim dalam mengonsumsi gula memiliki tingkat karies yang rendah (Irmawati dan Kuntari, 2001 dan Situmorang, 2004).
Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemilihan jenis makanan dengan terjadinya karies. Black menyatakan terdapat empat faktor yang menyebabkan terjadinya karies, faktor yang pertama adalah host yaitu gigi itu sendiri. Faktor yang kedua adalah substrat berupa sisa makanan yang terdapat dalam rongga mulut, faktor ketiga adalah mikroorganisme dalam rongga mulut dan faktor yang keempat adalah faktor waktu. Bakteri adalah penyebab karies yang paling umum. Bakteri serta produk-produknya mampu mendekalsifikasi gigi sehingga terbentuk lubang dan menyebabkan infeksi pada saluran akar gigi yang berisi sel-sel, syaraf, getah bening serta pembuluh darah yang memberikan suplai makanan bagi gigi sehingga menyebabkan kematian pada gigi. Terdapat beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya karies, bakteri-bakteri tersebut adalah bakteri aerob maupun anaerob. Bakteri yang sering ditemukan sebagai penyebab utama karies adalalah bakteri golongan Streptococus dan Stapilococus  (Grossman, 1995, Signoretto et al, 2009 dan Oki, 2005). jn
Bakteri yang berada dalam mulut, melalui enzim yang diproduksinya mampu mencerna atau menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Dari hasil metabolismenya, terbentuklah polimer rantai panjang dari glukosa yang disebut dekstran atau polimer rantai panjang dari fruktosa yang disebut levans. Jenis polimer-polimer tersebut kemudian berkembang menjadi noda pada permukaan gigi. Noda pada gigi yang berupa white spot tersebut merupakan indikasi awal proses terjadinya karies. White Spot adalah gambaran terjadinya demineralisasi pada enamel yang akan berlanjut pada pelarutan enamel oleh asam laktat yang merupakan hasil samping metabolisme bakteri sehingga akan terbentuk lubang pada gigi yang akan berlanjut pada pembusukan komponen yang terdapat dalam akar gigi sehingga terjadi kematian pada gigi (Grossman, 1995, Oki, 2005, Pertiwi, 2007 dan Signoretto et al, 2009).
Jagung adalah jenis tanaman tropis yang dibudidaya sebagian besar penduduk dunia, Indonesia salah satunya. Hampir di seluruh pelosok tanah air kita akan mudah menemukan tanaman jagung utamanya pada daerah dataran rendah. Berikut adalah klasifikasi tumbuhan jagung.

Klasifikasi Jagung
Kerajaan          : Plantae
Divisio             : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledoneae
Ordo                : Poales
Familia            : Poaceae
Genus              : Zea
Spesies            : Zea mays L.
Sumber: Suryana et al (2005)
Sebagai tumbuhan yang kaya akan karbohidrat jagung digunakan sebagai salah satu makanan pokok di berbagai daerah di Indonesia. Potensi jagung telah banyak dikembangkan menjadi berbagai jenis produk unggulan yang mampu berperan penting bagi perkonomian nasional (Idradewa et al, 2005).
Produk jagung telah dapat memenuhi kebutuhan dalam maupun luar negri melalui industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisinya, jagung mempunyai prospek sebagai bahan pangan dan bahan baku industri. Pengolahan jagung meliputi berbagai produk yang berasal dari biji yang dapat diolah menjadi produk unggulan misalnya menjadi tepung jagung, beras jagung, dan makanan ringan. Jagung dapat pula diproses menjadi minyak goreng, margarin, dan formula makanan. Pati jagung  dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi maupun  makanan seperti es krim, kue, dan minuman (Suryana et al, 2005).
Pada proses pengolahan produk jagung, biasanya tongkol jagung adalah limbah yang kurang dimanfaatkan. Bahkan tongkol jagung sering berakhir sebagai limbah yang menggangu lingkungan. Pemanfaatan limbah tongkol jagung masih sangat minim dan hanya sebatas sebagai pakan ternak seperti sapi, kerbau atau hanya sebatas sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak sehari-hari (Suryana et al, 2005 dan Indradewa, 2005).
Pada perkembangan teknologi pengolahan produk jagung telah diteliti bahwa kandungan tongkol jagung juga berpotensi sebagai bahan baku industri pangan maupun industri non pangan yang memiliki prospek yang menguntungkan bagi perekonomian. Kandungan tongkol jagung dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabe l . Kandungan Kimia tongkol jagung                
Komponen
Kandungan (%)
Air
7,68
Serat
38,99
Selulosa
19,49
Xylan
12,4
Lignin
9,1
Sumber: Richana et al (2004)
Limbah jagung mengandung lignoselulosa yang memiliki potensi untuk pengembangan produk dengan nilai ekonomi tinggi. Lignoselulosa terdiri atas tiga komponen fraksi serat yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Dari ketiga komponen tersebut, selulosa merupakan komponen yang sudah dimanfaatkan untuk industri kertas, sedangkan hemiselulosa belum banyak dimanfaatkan. Komponen penyusun hemiselulosa terbesar adalah xylan yang memiliki ikatan rantai β-1,4-xilosida, dan biasanya tersusun atas 150-200 monomer xylosa. Rantai hemiselulosa dapat terdiri atas dua atau lebih jenis monomer penyusun (heteropolimer), seperti 4-O-metilglukoronoxilosa, dan dapat pula terdiri atas satu jenis monomer, seperti xylan yang merupakan polimer xylosa (Richana et al, 2004).
            Xylan terdapat hampir pada semua tanaman, khususnya limbah tanaman pangan seperti tongkol jagung, bagas tebu, jerami padi, dedak gandum, dan biji kapas. Sumber lain menyebutkan bahwa kandungan xylan atau pentosan pada tongkol jagung berkisar antara 12,4-12,9%. Selain itu  menurut teknologi pengolahan pangan, tongkol jagung memiliki kandungan xylan yang lebih tinggi dibanding sekam, bekatul, ampas pati garut, dan onggok (Richana et al, 2004).
Xylan adalah polimer yang terdiri dari xylosa yang diperoleh melalui hidrolisis. Dilakukan hidrogenasi pada xylosa akan menghasilkan produk berupa xyilitol. Xylitol adalah gula alkohol dengan lima karbon (1,2,3,4,5 pentahydroxy pentane) dengan formulasi molekul C5H12O5. Pada penelitian lebih lanjut diketahui bahwa xylitol yang terkandung dalam beberapa jenis buah-buahan dan sayuran walaupun dalam jumlah kecil, misalnya strowberi. Namun demikian, untuk mengekstrak xylitol dari bahan tersebut tidak ekonomis karena kandungannya terlalu kecil (Biswas dan Vashishtha, 2004 dan Kulkarni et al, 1999).

Xylitol adalah salah satu gula alkohol dengan rumus C5H12O5 yang merupakan pemanis alternatif pengganti sukrosa. Xylitol ditemukan di Jerman oleh seorang kimiawan bernama Emil Fischer dan Sachen serta di Perancis oleh Betrand. Tetapi pada tahun 1983 xylitol baru dinyatakan aman penggunaanya dalam produk pangan (Maguire dan Gunn, 2003).
Keamanan penggunakan xylitol dalam produk pangan terus diteliti dan dikembangkan pemanfaatanya. Secara fisik xylitol berupa serbuk berwarna putih, dan tidak berbau. Xylitol memiliki tingkat kemanisan 1,0-1,2 kali dari sukrosa tergantung pada pH larutan. Xylitol juga memiliki tingkat kemanisan paling tinggi dibanding gula alkohol lainya seperti sorbitol, manitol dan malitol. lebih manis dari sorbitol yang memiliki tingkat kemanisan 0,6 kali manis sukrosa, manitol 0,5 dan malitol 0,9 kali. Kelarutan xylitol dalam air pada suhu 200C adalah 64,2 g/100 ml, pH larutan antara 5-7, dan memiliki nilai kalori rendah. Penelitian terhadap pengolahan produk-produk yang menggunakan xylitol menyatakan bahwa selama pengolahanya xylitol memiliki kestabilan dengan titik cair pada suhu 940 C. Dosis konsumsi xylitol per hari bagi manusia adalah 15 grm / berat badan (Milgrom et al., 2006 dan (Slamet et al, 2006).
Xylitol diproduksi pertama kali di negara Firlandia dan diperoleh dari pohon birk. Secara alami, xylitol banyak ditemukan dalam sayuran dan buah-buahan seperti pada wortel, bayam, selada, strowberi, dan kembang kol dengan kandungan 0,3 -0,9 gram per 100 gram. Selain itu, xylitol juga ditemukan dalam limbah pertanian sehingga  bahan limbah pertanian yang banyak terdapat di Indonesia seperti sekam padi, tongkol jagung, bagase atau ampas tebu dapat juga bisa dipakai sebagai bahan dasar pembuatan xylitol (Soltanali et al, 2007).
Dalam produk pangan xylitol banyak digunakan karena memenuhi syarat keamanan dalam penggunaannya bahkan memiliki efek terapi pada beberapa jenis penyakit. Penggunaan xylitol bisa tanpa campuran atau  mengkombinasikanya dengan bahan-bahan lainya untuk menghasilkan produk  non-sugar sweetener seperti permen karet, coklat rendah gula,permen karet, pudding, jam, roti, dan ice cream (Soesilo et al, 2005, Silva et al, 2009 dan Milgrom, 2006).
Saat ini xylitol lebih banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi. Xylitol memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan rongga mulut antara lain xylitol mampu merangsang produksi saliva yang mengandung bahan-bahan penting bagi kestabilan lingkungan ronga mulut. Xylitol dapat menurunkan jumlah bakteri penyebab karies, mencegah pembentukan plak, sulit atau hampir tidak dapat difermentasi oleh bakteri. Selain itu xylitol juga mencegah terjadinya penurunan pH saliva dan plak. Kemampuannya mempertahankan pH saliva juga menyebabkan bakteri tidak dapat berkembang (Soesilo et al, 2005 dan Milgrom et al, 2006).
Sifat-sifat xylitol seperti yang telah disebutkan diatas menjadikan xylitol sebagai salah satu bahan alternatif untuk melakukan pencegahan penyakit mulut khususnya pencegahan karies. Produk-produk pasta gigi mengandung xylitol telah banyak diciptakan dengan tujuan meningkatkan efek terapi pada rongga mulut. Obat kumur yang mengandung xylitol juga telah banyak dikembangkan dengan menambahkan xylitol di dalamnya. Pendekatan untuk melakukan pencegahan kesehatan gigi dan mulut terus dikembangkan salah satunya adalah dengan mengenalkan tablet hisap xylitol yang mudah aplikasinya dan lebih mudah diterima oleh anak-anak (Silva et al, 2009).
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa xylitol dapat mencegah karies gigi dengan . kemampuannya merangsang produksi saliva yang mengandung bahan-bahan penting bagi kestabilan lingkungan rongga mulut. Xylitol dapat menurunkan jumlah bakteri penyebab karies, mencegah pembentukan plak, sulit atau hampir tidak dapat difermentasi oleh bakteri. Selain itu xylitol juga mencegah terjadinya penurunan pH saliva dan plak. Kemampuannya mempertahankan pH saliva juga menyebabkan bakteri tidak dapat berkembang. Pada masa mendatang dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam dalam mengembangkan manfaat xylitol, mengingat dalam penelitian pendahuluan ini terdapat banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki.
REFERENSI
A, Kiet et al. 2006. Xylitol, Sweeteners, and Dental Caries. Journal Of Pediatric
Astuti, Sussi. 2004. Substitusi Parsial Tepung Wortel Tepung Terigu Dalam Pembuatan Biskuit Tinggi Serat MakananDan (3-Karoten. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Lampung : Lampung available at http//digilib.unila.ac.id

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Agribisnis Jagung. Jakarta: Departemen Pertanian.

Biswas, S. and N. Vashishtha. 2004. Xylitol: technology and bussiness.

Cahyono, Bambang. 2002. Wortel;Teknik  Budidaya  dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta; Kaninus.
Dorlan. 2002. Kamus Kedokteran edisi 29. Jakarta: EGC
Faridah, Anni dkk. 2008. Patiseri Jilid 3. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

Gaviao, BD, Maria dan Bilt, VD, Andries. 2004. Salivary Secretion And Chewing: Stimulatory Effects From Artificial And Natural Foods. J. Appl. Oral Sci 12 (2).

Grossman, I.Louis. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta: EGC
Hastuti, Meliana. 2005. Pembuatan Dodol Dari Wortel. Fak. Teknik Univ.Negri Semarang: Semarang.
Idradewa et al. 2005. Kemungkinan Peningkatan Hasil Jagung Dengan Pemendekan Batang. Journal Of  Ilmu Pertanian 12 (2): 117 – 124.
Irawati dan Kuntari,S. 2001.Prevalensi Karies Pada Anak – Anak yang Tinggal di tiga Desa dengan air Minum yang berbeda kadar flournya. Dental Journal FKG Unai r28(2): 154 – 163.
Jaswir, Irwandi. 2007. Gelatin.Artekel Iptek available at http//duniapangankita.com
Koswara, Sutrisno. 2007. Makanan Bergula Dan Kerusakan Gigi.available at www.ebokpangan.com
Kulkarni, N., A. Shendye and M. Rao. 1999. Molecular and biotechnological aspects of xylanases. FEMS Microbiol Rev. 23:411-456
Leighton B.C. 2007. The early signs of malocclusion. Journal of European Orthodontics 29 (89–95)
Maguire, A dan Rugg-Gun AJ. 2003. Xylitol And Caries Prevention – Is It a Magig Bullet?. British dental Junrnal 194 (8): 429 – 436.

Moorthy, M et al. 2008. An Evaluation Of  Saliva As an Alternative To Plasma For The Detection Of Hepatitis C Virus Antibodies. Journal Of Medical Microbiology 24(6): 327 – 332.

Oki, S,Aqso. 2005. The Role Of Aquoporin (AQP) 5 In Salivary Secretion.Majalah Ilmu Faal Indonesia
Pertiwi,AF&Ginting AL. 2007.Yuk! Makan Wortel:20 Resep Olahan Wortel Favorit Anak.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Pertiwi, SP, Arlete et al. Gambaran Pola Karies Gigi Permanen Ditinjau Dari Dental Neglect Siswa Kelas 5-6 Sdn Cikudayasa 2 Kec. Cileunyi Kabupaten Bandung. Bandung: Bagian Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad
Richana, N., P. Lestari, N. Chilmijati, dan S. Widowati. 1999. Karakterisasi bahan berpati (tapioka, garut, dan sagu) dan pemanfaatannya menjadi glukosa cair. Prosiding PATPI.
Saleh, Muhammad. 2004. Deteksi Faktor Utama Penyebab karies berdasarkan Cariogram Pada Anak Sekolah Dasar Di Kota Dan Desa. available at www.arc.ugm.ac.id
Sasmita, S Inne. 2007. Identifikasi, Pencegahan, Dan Restorasi Sebagai Penatalaksanaan Karies Gigi Pada Anak.  FKG UNPAD
Signoreto, Caterina et al. 2009. Support For The Role Of Candida Spp. In Extensive Caries Lesions Of Children. Journal Of  New Microbiological 32: 101-107,
Situmorang, Nurmala. 2004. Dampak Karies Gigi dan Penyakit Periodontal Terhadap kualitas Hidup. Jakarta; Universitas Indonesia Program pasca sarjana Kesehatan Masyrakat
Soebaguo, Boesro et al. 2007. Formulasi Gel Antioksidan Dari Ekstrak Umbi Wortel(Daucus Carota L.) Dengan Menggunakan Aqupec Hv-505. Makalah Kongres Ilmiah XV ISFI, 17-19 Juni 2007 :Jakarta.
Soesilo, D et al. 2005. Peranan sorbitol dalam mempertahankan kestabilan pH saliva pada proses pencegahan karies.  Maj. Ked. Gigi. Dent. J, 38(1): 25 – 28
Signoretto1, Caterina et al, Support For The Role Of Candida Spp. In Extensive Caries Lesions Of Children.Journal of  New Microbiologica, 32(101-107) .
Soltanali, S dan Shirkolaee ZY. 2007. Biobleaching of bagasse pulp with xylanase enzymes and hydrogen peroxide Iranian Journal Of Biotechnology 5 (3): 170 – 177.
Sutopo, Utoyo.1992. Kegiatan Penelitian di Lingkungan Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan. Cermin Dunia Kedokteran No. 75(13) available at www.kalbe.co.id
Sylva et al. 2005. The use of Xylitol as a strategy for prevention of Dental Caries. Journal Of  Odonto cienc.24 (2): 205 – 212
Sylvester, CJ et al. 2009. Effect of Submaxillary-Sublingual and Whole Saliva from Caries-resistant and Caries-susceptible Rats on Rat Oral Lactobacilli and Streptococci.. J Dent Res  (42) 803
Suprianto. 2007. Parameter Mutu Permen Kunyah. Indonesia. Food Review,(2): 2. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar